Senin, 27 Desember 2010

Pesan dari Ayah

Ayahku hanyalah seorang petani.. Setiap pagi sebelum ayam berkokok dan orang-orang masih terlelap dalam mimpi-mimpi indah, ayah sudah harus bangun mempersiapkan barang-barang yang hendak dibawa ke kebun nanti. Kemudian setelah adzan subuh berkumandang ayah mengayuh sebuah perahu menuju sebrang pulau ditemani seorang wanita yang tangguh yaitu ibuku..

Beberapa puluh tahun yang lalu ayahku seorang pemuda yang rela meninggalkan kampung halamannya dan merantau ke sebuah desa kecil di timur Indonesia. Ia tinggal di sebuah rumah sambil bekerja kemudian jatuh hati pada anak gadis majikannya yang ketika itu masih belasan tahun. Ia pun langsung melamar dan mereka pun menikah.

Aku yakin waktu itu ayah adalah pemuda yang baik sehingga nenek mau menikahkan ayah dengan anak gadisnya yang sekarang telah menjadi ibuku. Dan memang benar karena selama menikah sampai sekarang ayah tidak pernah menyakiti ibu. Kata ibu ketika ayah marah ayah mengambil parang kemudian turun dari rumah gantung di kebun lalu memotong pisang yang ditanam bersama sebagai pelampiasan amarahnya atau pergi menenangkan diri.

Ibuku rela tuk dibawa oleh ayahku pergi berkebun. Baiasanya waktu dulu di desa itu kalau berkebun mereka harus tinggal di kebun yang jauh dari kampung. Menjaga tanaman kelapa agar tidak diganggu binatang buas. Mereka ke kampung hanya apabila hendak berbelanja seperti gula, garam, teh dan lainnya.

Buah dari pernikahan mereka melahirkan Sembilan orang anak dan salah satunya aku.. Namun keempat saudaraku telah terlebih dahulu dipanggil yang Maha kuasa ketika mereka masih kecil sehingga sekarang tinggal kami berlima dan aku anak kelima dari lima bersaudara. Satu kakak laki-lakiku yang paling tua dan ketiga kakak perempuanku yang sangat aku sayangi.

Dahulu ketika aku masih kecil ayah sering berpesan padaku “Jangan Jadi Seperti Ayah”. Ayahku tidak ingin anak-anaknya seperti dia menjadi petani namun sekolah setinggi-tingginya hingga tergapai mimpiku.

Ketika hari sudah sore ayah menyuruh aku ke guru ngaji tuk belajar mengaji dan ayah selalu berkata “Jangan Jadi Seperti Ayah”. Karena ayahku tidak bisa mengaji sehingga ia berkata begitu.

“kenapa ayah seperti ini? (tidak bisa mengaji). Karena dahulu orang tua ayah tidak pernah mengajarkan ayah mengaji dan sekarang kalian anak-anak ayah harus bisa mengaji.” Pesan ayah.

Aku bangga dengan keterbukaan ayah..

Meskipun ayahku tidak bisa mengaji namun Alhamdulillah aku punya ibu yang bisa mengaji sehingga sering mengajarkan aku dan kakak-kakakku mengaji dirumah selain kami mengaji pada guru. Bahkan sebelum kami tidur ibu sering melantunkan ayat-ayat suci itu mengiringi kami tidur. Dan biasanya ayah sering mendongeng sebelum kami tidur. Aku masih ingat kisah yang sering diceritakan ayah yaitu dua ekor buaya bersaudara yang bernama Hasini dan Hasani. Aku dan kakakku sering meminta ayah menceritakannya berulang-ulang. Dan sekarang setelah aku gede aku merasa itu konyol namun aku tetap mengenangnya.

Ayahku tegas dan disiplin. Dan juga keras. Namun ia penyayang.. Dari ayah aku belajar banyak hal. Tentang kejujuran.. Keterbukaan dan jiwa penolong yang tinggi.

Ketika aku kecil dulu orang-orang dari kota sering datang ke desa kami tuk berjualan dan ketika hari sudah sore mereka tidak dapat kembali ke kota. Ayah sering memanggil mereka tuk datang ke rumah lalu melayani mereka dengan sepenuh hati.

Namun kasih sayang ayah dan ibu tak dapat aku rasakan secara langsung lagi sebelum aku dewasa. Ketika aku lulus sekolah menengah pertama dan harus menyebrang lautan melanjutkan sekolahku. Kakak perempuanku diterima menjadi seorang guru di sebuah daerah yang termasuk jauh sehingga ia membawaku tuk menemaninya. Disitu pun aku belajar banyak hal yang membuat aku semakin dewasa.

Ayah mengajarkan aku dan kakak-kakakku banyak hal sehingga kami saling menyayangi. Kakak perempuanku yang telah menjadi guru tidak mau ayahku berbanting tulang lagi tuk membiayai sekolah adik-adiknya lalu dia yang mengambil alihnya.

Ternyata pesan ayah membuat ia menderita.. Ia harus menahan rindu terhadap semua anak-anaknya yang pergi meninggalkannya demi menggapai angan dan cita mereka. Mengukir asa di rantau orang.

Setelah lulus Sekolah Menengah Atas aku langsung mencoba menggapai mimpi di Jogjakarta dan kakak-kakakku yang lain di tanah Sulawesi. Aku bahkan tidak pernah bertemu seorang kakak perempuanku enam tahun lamanya. Setelah empat tahun merantau aku sempat pulang namun tidak bertemu dengannya kerna tengah kuliah. Ia selalu berkata rindu ingin bertemu adik bungsunya yang sekarang sudah dewasa.

Rumah kami yang tadinya penuh dengan keceriaan kini berubah menjadi kaku dan sepi. Hanya kakak laki-lakiku anak tertua yang memilih tuk tidak melanjutkan sekolah namun ia pun sering pergi bekerja sehingga suasana rumah menjadi hampa.

Begitulah hidup.. kita takkan selamanya bersama orang-orang yang kita cintai.

Diantara anaknya yang pergi, akulah yang jarang pulang. Kata kakakku ketika menelfon, ayah sering mengatakan rindu.. Dan Sekarang ayah sering sakit-sakitan. Mendengar itu aku hanya bisa menangis dan berdo’a memohon kesembuhan pada ayah karena salah satu keinginanku ketika aku menikah nanti ayah harus hadir hingga bisa menggendong cucu dariku agar ayah tahu bahwa aku bahagia.

Ketika lebaran tiba, kakakku yang sempat pulang menelfonku dan ibuku tak mau berbicara denganku karena apabila ia mendengar suaraku ia akan menangis. Karena akulah anaknya yang bungsu dan paling jauh..

“Bu… Sejauh manapun anakmu ini pergi, ibu akan selalu ada di hati. Krena aku tahu “The Great Power Of Mom” yang membuat aku seperti ini. Suatu ketika aku akan kembali dan suatu ketika aku akan pergi lagi.. Disaat aku menikah nanti aku harus meninggalkan ibu meski ibu sangat aku cinta. Karena aku harus menjadi pemimpin baru seperti ayah memimpin ibu dahulu. Dan aku yakin ibu akan tersenyum dengan kepergianku yang kedua karena ibu tahu aku bahagia.”

Kini aku tengah merajut mimpi di negeri orang.. aku hanya bisa berdo’a agar suatu ketika kita bisa dikumpulkan kembali dalam naungan kasih dan sayang-Nya.

Untuk ayahku..

“Meski pun pesan ayah jangan jadi seperti Ayah namun aku tetap ingin jadi seperti Ayah.. Yang begitu tangguh mencari nafkah tuk keluarga. Yang rela meninggalkan kampung halaman demi sebuah perubahan dan tak lagi mengharap harta warisan orang tua.”

“Pesan ayah akan selalu aku ingat dan akan ku pesankan lagi pada anakku kelak tentang keburukanku yang tak patut ditiru.” (Jangan Jadi Seperti Ayah)

Untuk kakak laki-lakiku..

“Ka, cepatlah menikah.. Adikmu ini sudah rindu ingin menikah masa kakaknya belum juga??”

“Ketiga kakak perempuanku yang sangat aku sayangi. Semoga tetap dalam lindungan Allah. Yakinlah suatu ketika jika Allah mengizinkan kita akan tetap bertemu. Tetaplah saling menyayangi karena Allah akan mempertemukan kembali orang-orang yang saling menyayangi atas asma-Nya di akhirat kelak.”

Meskipun ayahku bukanlah seorang yang pandai dalam agama, namun cara dia mendidik dan membesarkan anak-anaknya seperti apa yang diajarkan islam.. Yaitu penuh kasih dan sayang. Dia mengajarkan tuk saling mencintai antara aku dan kakak-kakakku sehingga kita tak saling menyakiti.

Tanpa disadari, pesan dari ayah mampu membawa banyak perubahan dalam kehidupan kami. Kedua kakakku telah sarjana da seorang kakakku lagi telah lulus PGSD. Kakak laki-lakiku tak mau melanjutkan pendidikannya maka kini tinggal aku yang tengah dalam proses menggapai asa dan harapan.

Seburuk-buruknya aku, aku ingin menjadi anak yang sholeh agar bisa membahagiakan kedua orang tuaku. Meskipun itu sulit namun aku harus berusaha tuk bisa. Aku yakin kesholehan bukanlah suatu pencapaian namun sebuah proses. karena Allah menilai pada proses serta azam seseorang dan hasilnya akan didapatkan di akhirat kelak.

Suatu ketika jika aku punya isteri nanti, aku ingin seseorang yang setia seperti ibuku yang tetap berada disamping ayahku melewati suka duka hidup. Tetap ada saat ayahku berada dalam keterpurukan dan setia menemaninya hingga menua..

Untuk kalian yang dekat dengan ayah dan ibu kalian.. Katakanlah bahwa kalian mencintai mereka sebelum semuanya terlambat. Ciumlah tangan mereka dan lakukanlah yang terbaik sebelum kalian jauh…

Ini hanyalah sebuah kisah tentang aku dan keluargaku. Awalnya aku tidak ingin menulis ini namun suatu kalimat oleh Bunda Evi Ni’matuzzakiyah dalam bukunya “Berani Mengambil Keputusan” menguatkanku tuk harus menulisnya.

"Goresan Tinta Kita berarti Catatan Sejarah Untuk Anak Cucu Kita.”

Begitulah yg dikatakan Bunda Evi yang juga pernah menjadi dosen Pendidikan Agama Islamku ketika semester II dahulu.

Aku ingin tulisan ini bisa menjadi pelajaran untuk anak-anakku nanti serta orang-orang yang membacanya dan mau mengambil hikmah dari kisah ini.

Semoga mampu mengambil hikmahnya..



Kupersembahkan kisah ini pada Ayahku yang terkasih serta ibuku tercinta dan kakak-kakakku yang sangat aku sayangi.

Sabtu, 25 Desember 2010

BELAJAR BERSATU


Oleh: Ust.Anis Matta,Lc.

Ketika kekalahan, tragedi, kelaparan, dan pembantaian mendera jasad Islam kita, kita selalu saja menyoal dua hal: konspirasi Barat dan lemahnya persatuan umat Islam. Tangan-tangan syetan Yahudi seakan merambah di balik setiap musibah yang menimpa kita. Dan kita selalu tak sanggup membendung itu, karena persatuan kita lemah.

Mari kita menyoal persatuan, sejenak, dari sisi lain. Ada banyak faktor yang dapat mempersatukan kita: aqidah, sejarah dan bahasa. Tapi semua faktor tadi tidak berfungsi efektif menyatukan kita. Sementara itu, ada banyak faktor yang sering mengoyak persatuan kita. Misalnya, kebodohan, ashabiyah, ambisi, dan konspirasi dari pihak luar.

Mungkin itu yang sering kita dengar setiap kali menyorot masalah persatuan. Tapi di sisi lain yang sebenarnya mungkin teramat remeh, ingin ditampilkan di sini.

Persatuan ternyata merupakan refleksi dari ’suasana jiwa’. Ia bukan sekedar konsensus bersama. Ia, sekali lagi, adalah refleksi dari ’suasana jiwa’. Persatuan hanya bisa tercipta di tengah suasana jiwa tertentu dan tak akan terwujud dalam suasana jiwa yang lain. Suasana jiwa yang memungkinkan terciptanya persatuan, harus ada pada skala individu dan jamaah.

Tingkatan ukhuwwah (maratibul ukhuwwah) yang disebut Rasulullah SAW, mulai dari salamatush shadr hingga itsar, semuanya mengacu pada suasana jiwa. Jiwa yang dapat bersatu adalah jiwa yang memiliki watak ’permadani’. Ia dapat diduduki oleh yang kecil dan yang besar, alim dan awam, remaja atau dewasa. Ia adalah jiwa yang besar, yang dapat ’merangkul’ dan ’menerima’ semua jenis watak manusia. Ia adalah jiwa yang digejolaki oleh keinginan kuat untuk memberi, memperhatikan, merawat, mengembangkan, membahagiakan, dan mencintai.

Jiwa seperti itu sepenuhnya terbebas dari mimpi buruk ’kemahahebatan’, ’kamahatahuan’, ’keserbabisaan’. Ia juga terbebas dari ketidakmampuan untuk menghargai, menilai, dan mengetahui segi-segi positif dari karya dan kepribadian orang lain.

Jiwa seperti itu sepenuhnya merdeka dari ’narsisme’ individu atau kelompok. Maksudnya bahwa ia tidak mengukur kebaikan orang lain dari kadar manfaat yang ia peroleh dari orang itu. Tapi ia lebih melihat manfaat apa yang dapat ia berikan kepada orang tersebut. Ia juga tidak mengukur kebenaran atau keberhasilan seseorang atau kelompok berdasarkan apa yang ia ’inginkan’ dari orang atau kelompok tersebut.

Salah satu kehebatan tarbiyah Rasulullah SAW, bahwa beliau berhasil melahirkan dan mengumpulkan manusia-manusia ’besar’ tanpa satupun di antara mereka yang merasa ’terkalahkan’ oleh yang lain. Setiap mereka tidak berpikir bagaimana menjadi ’lebih besar’ dari yang lain, lebih dari mereka berpikir bagaimana mengoptimalisasikan seluruh potensi yang ada pada dirinya dan mengadopsi sebanyak mungkin ’keistimewaan’ yang ada pada diri orang lain.

Umar bin Khattab, mungkin merupakan contoh dari sahabat Rasulullah SAW yang dapat memadukan hampir semua prestasi puncak dalam bidang ruhiyah, jihad, qiyadah, akhlak, dan lainnya. Tapi semua kehebatan itu sama sekali tidak ’menghalangi’ beliau untuk berambisi menjadi ’sehelai rambut dalam dada Abu Bakar’. Sebuah wujud keterlepasan penuh dari mimpi buruk ’kemahahebatan’.

Kamis, 23 Desember 2010

APAKAH SABAR ITU ADA BATASNYA.......?

Berbicara tentang sabar, kadang-kadang orang mengatakan bahwa sabar itu ada batasnya. Ini adalah ungkapan orang yang sudah tidak mampu lagi bersabar. Allah mengajarkan kesabaran dan tidak pernah memberikan batas.

Ini maknanya, bersabar itu harus dilakukan terus sehingga Allah mengganti musibah dengan kenikmatan Bahkan banyak sekali orang yang protes ketika ada yang memintanya bersabar. Seakan sabar adalah hal yang sangat merugikan dirinya. Hal itu terutama terjadi jika ada orang yang berbuat hal-hal yang tidak berkenan dihatinya. Memaafkan. Rasanya hal yang sangat sulit. Padahal Allah menjanjikan surga bagi orang yang memaafkan kesalahan orang lain.

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, Quran:3:133.

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.3: 134.

Bagaimana kita menimbang? Pilih dendam atau surga? Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kita kembali. Sering yang terucap dari orang yang tidak mudah untuk memaafkan orang lain adalah “enaknya”. Seakan ia ingin menghukum orang itu dengan hukuman yang berat. Padahal kenyataannya dia menghukum diri sendiri.

Marah-marah tanpa bisa melampiaskan. Bahkan kehilangan rasa malu, karena tabiat buruknya itu dilihat oleh banyak orang. Marah hanya akan merugikan diri sendiri. Memang tidak mudah untuk mengendalikan amarah. Tapi jika kita berpikir bisa maka Allah akan memberi petunjuk untuk menuju ke situ.

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Quran:2:153.

Saat marah, jika dalam posisi berdiri, maka duduklah, jika dalam posisi duduk berbaringlah, jika tetap saja tidak bisa menahan emosi ambil air wudlu, sholatlah. Jika tetap saja sakit hati, khusyuk dalam sholat. Insya Allah (kecuali jika Allah menghendaki lain) sakit hati pasti akan hilang

Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal, Quran:2:58.

(yaitu) yang bersabar dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sudahkah kita hanya berserah diri pada Allah atas segala urusan. Sesungguhnya hanya Dia sebaik-baik pemberi balasan. 2:59.

Bersabar bukan hanya dalam menahan amarah. Namun juga dalam menerima segala apa yang terjadi pada diri kita. Bersabar dalam melaksanakan perintah dan larangan Allah. Bersabar dalam perjuangan. Terus menerus memperjuangkan apa yang menjadi kehendak kita dengan diiringi doa, hingga semaksimal mungkin kita lebih dekat dengan apa yang kita inginkan. Termasuk berjuang untuk mengurangi penderitaan dan menuju kepada kesenangan, kebahagiaan.Bersabarlah dalam mempertahankan kesabaran. Dan beruntunglah orang-orang yang sabar.

Rabu, 22 Desember 2010

FAIDAH PENGGUNAAN ALIF dan LAM DALAM KALIMAT BAHASA ARAB

Ada suatu kaidah penting dalam ushul tafsir, dimana jika terdapat alif dan lam masuk pada isim jenis (seperti manusia, jin dll) atau masuk pada isim sifat (nama sifat), maka menunjukkan istigroqiyah, yakni menunjukkan makna yang mencakup keseluruhan dari jenis atau sifat yang dimasukinya.

Pada pelajaran mengenai bahasa Arab, kita ketahui bahwa isim yang kemasukan alif dan lam adalah isim yang ma’rifat, yakni isim yang tertentu, namun ketika alif dan lam masuk pada isim jenis dan sifat, maka alif dan lam ini berfungsi sebagaimana kaidah di atas. Kaidah ini telah disepakati oleh para ulama bahasa Arab dan juga ulama ushul fiqih.
Contohnya sebagaimana dalam surat al-Ahzab ayat 35:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمً
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”


Pada ayat ini terdapat banyak sekali kata-kata sifat yang kemasukan alif dan lam. Sehingga dari hal ini kita ketahui bahwa, semua sifat yang ada pada ayat di atas menunjukkan semua cakupan sifat dan keseluruhan hal yang terkandung dari sifat, yang akan mengantarkannya kepada ampunan dan pahala yang besar dari Allah ta’ala.
Kita ambil contoh misalnya pada kata الْمُسْلِمِينَ. Kata ini menunjukkan semua orang muslim yang mempunyai makna-makna Islam, orang muslim yang mengamalkan semua bagian dan cabang-cabang islam. Sehingga dengan kesempurnaan islamnya, maka semakin sempurnalah konsekuensinya, yakni magfiroh (ampunan) dan pahala yang besar dari Allah ta’ala. Begitu pula, semakin sedikit kesempurnaan islamnya, semakin sedikit pula magfiroh dan pahala yang akan diterimanya.

Sehingga dari hal ini, tidak semua orang muslim akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar dari Allah ta’ala, akan tetapi hanya orang muslim yang mempunyai keseluruhan makna Islamlah yang mendapatkan ampunan dan pahala yang besar dari Allah Ta’ala. Dimana besar kecilnya ampunan Allah tergantung kadar keislaman yang dimilikinya.

Demikian juga pada kata الْمُؤْمِنِينَ yang merupakan kata sifat. Ketika masuk pada kata tersebut alif dan lam, maka menunjukkan bahwa, iman yang akan mengantarkan kepada ampunan dan pahala yang besar dari Allah adalah keimanan seseorang yang mencakup keseluruhan iman dan cabang-cabang iman, yakni orang yang ada pada dirinya semua aspek-aspek iman. Sehingga, semakin sedikit aspek iman yang dikerjakannya dan semakin rendah keimanannya, maka sedikit pula ampunan dan pahala yang ia dapatkan. Jika iman hilang, maka hilanglah ampunan dan pahalanya.

Kaidah ini tidak hanya mencakup pada sifat-sifat yang baik namun juga mencakup pada sifat-sifat yang buruk dan sifat-sifat yang dilarang oleh Allah ta’ala. Ketika Allah mengancam seseorang yang melakukan sifat buruk tertentu, maka jika semakin sempurna sifat buruk yang dilakukannya, maka semakin sempurna pula hukuman yang didapatkan, begitu pula semakin berkurang sifat buruk tersebut, semakin berkurang pula hukumannya.

Contoh alif lam yang masuk pada isim jenis adalah apa yang ada pada surat Al-Ma’arij ayat 19-22:
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,(21) kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.”

Pada ayat ini terdapat isim jenis, yakni pada kata الْإِنْسَانَ, dan terdapat pada kata ini alif dan lam. Berdasarkan kaidah di atas, maka makna kata ini mencakup keseluruhan dari manusia, yang artinya semua manusia itu mempunyai sifat keluh kesah dan kikir, kecuali orang-orang yang telah Allah kecualikan, yakni orang-orang yang sholat.

Begitu pula pada surat al-’Ashr, Allah ta’ala berfirman:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Kata الْإِنْسَانَ menunjukkan keseluruhan manusia, sehingga arti dari ayat di atas adalah sesungguhnya semua manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali yang telah Allah Ta’ala kecualikan pada ayat di atas.

Untuk bisa mengetahui apakah alif lam yang dimaksud adalah alif lam istigroqiyah adalah dengan menambahkan kata كل (kullu) di depan katanya. Jika penambahan kata ini tidak merubah dan merusak arti, maka berarti alif lam tersebut adalah alif lam istigroqiyah.

Selain contoh di atas, contoh yang paling agung di dalam penerapan kaidah ini adalah dalam masalah asma’ul husna, dimana hampir disetiap surat terdapat asma’ul husna.

Di dalam al-Qur’an Allah ta’ala mengabarkan kepada kita bahwa dia adalah Allah, Al Malik, Al ‘Alim, Al Hakim, Al Aziz, Al Quddusus Salam, Al Hamidum Majid. Dimana pada lafadz Allah terkandung seluruh makna uluhiyah, hanya dialah dzat yang berhak untuk diibadahi. Pada kata tersebut terdapat seluruh sifat yang sempurna, seluruh sifat terpuji, keutamaan, kebaikan dan tidak ada penyekutuan atasnya, baik dari golongan malaikat, jin, manusia atau seluruh makhluk. Bahkan seluruh makhluk menyembah kepada Allah dengan penuh ketundukan terhadap keagungannya.

Begitu pula pada sifat Al malik, yang berarti dzat yg mempunyai semua makna dan unsur kepemilikan dan kekuasaan yg sempurna. Makhluk seluruhnya adalah milik allah.
Al ‘alim menunjukkan dzat yg mengetahui segala sesuatu, ilmunya meliputi yang nampak dan tidak nampak, samar dan jelas dan meliputi segala hal yang diperbuat seluruh makhluknya.
Dan sifat-sifat lainnya dari nama-nama Allah yang husna, yang dari nama ini terkandung kesempurnaan sifat dan keindahan sifat yang dimiliki oleh Allah. Sehingga ketika kita menemukan nama-nama Allah, maka sudah terbesit dalam hati kita bahwa makna dari nama tersebut menunjukkan kesempurnaan dari sifat tersebut.

Apa dasar munculnya kaidah ini?
Kaidah ini merupakan kaidah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sabda beliau pada saat tasyahud:
“Semoga perlindungan dan pemeliharaan diberikan kepada kami dan semua hamba Allah yang sholih. (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata) Jika kalian mengucapkan doa ini maka doamu ini akan mencakup seluruh hamba Allah yang sholih yang ada di langit dan di bumi.”

Pada kata الصَّالِحِينَ terdapat alif dan lam yang berarti mencakup seluruh hamba Allah yang sholih yang ada di langit dan di bumi.

Senin, 20 Desember 2010

KEYAKINAN DAN KESABARAN

Keyakinan, adalah kesederhanaan. Sebuah kesederhanaan yang lahir dari kuatnya jiwa dan karakter seseorang. Keyakinan juga yang membuat Rosulullah, tak pernah berhenti berdo’a untuk penduduk thaif meski lemparan batu, hinaan hingga penolakan terhadap beliau bersama risalahnya. Keyakinan juga yang menumbuhkan kecintaan yang membara seorang Khalid bin Walid dengan dinginnya malam ketika perang dibanding bermesraan bersama seorang gadis cantik. Keyakinan pula yang membuat Ali bin abi Thalib dengan berani menggantikan Rasulullah ketika beliau hendak dibunuh oleh kaum Quraisy. Keyakinan itu tumbuh.. kuat mengakar.. Lahir dari keluhuran budi, kokohnya karakter, dan bersumber dari dentuman cinta mengabadi yang tak pernah padam untuk Allah dan jihad di jalan-Nya.

Keyakinan adalah teman setianya gairah yang selalu bersumber dari cinta. Keyakinan adalah kekuatan yang takkan pernah habis untuk selalu memberi energi bagi jiwa untuk menunggu, “membangun”, menguatkan, hingga berbagai defenisi tindakan yang terkadang tak bisa diterima oleh akal. Keyakinan hadir seperti sumber cahaya, ia adalah sumbu lilin yang terus terbakar, ia adalah sumbu sinaran yang menjadi alat untuk memberikan ruang terangnya.

Jika keyakinan adalah alasan terbesar seseorang untuk bertahan. Maka pasangan jiwanya adalah kesabaran. Kesabaranlah yang membuat orang untuk terus bersama dengan keyakinannya. Jika keyakinan adalah sumbu untuk memberikan cahaya, maka kemampuan untuk menerangi selama mungkin adalah sebuah defenisi sederhana tentang kesabaran. Kesabaran selalu menghasilkan berjuta pesona bagi sejarah. Bagaimana Sayyid Qutb lebih memilih untuk bersabar bersama dengan siksaan penjara di zamannya, kesabarannya-lah yang membuat cerita jihad menggelora di dalam dada jutaan pejuang di seantero mayapada. Bagaimana Yusuf AS, yang lebih memilih penjara agar mampu terus mengenal-Nya. Bagaimana Sumayyah meneladani semua wanita dengan semangat jiwanya untuk terus bersabar menahan siksaan kaum kafir hingga menjadi syuhada pertama dalam Islam. Mereka adalah karakter-karakter yang menyejarah.. selalu indah untuk dikenang.

Gabungan antara keyakinan dan kesabaran akan menghasilkan semangat yang takkan pernah padam. Keberanian akan menjadi temannya, kesolehan akan menjadi pakaian mereka, kebeningan hati akan selalu mengisi hidup mereka, dan hasilnya… Karya-karya besar bagi peradaban akan tercipta dari segala bentuk usaha mereka.

Yakinlah… bahwa Allah takkan pernah menyia-nyiakan segala usahamu.. Bersabarlah, hingga kelak… Ketika sabarmu telah habis masanya.. Perbahuilah terus ia dengan sebuah KEYAKINAN… Bahwa ALLOH takkan pernah membuatmu kecewa.…!!!

Sumber; www.dakwatuna.com

Sabtu, 11 Desember 2010

AYAH....! SHOLAT SHUBUH

Suatu hari seorang anak sedang belajar di sekolahnya, dia baru kelas 3 SD. Di salah satu pelajaran, seorang guru menjelaskan tentang shalat subuh dan dia menyimaknya dengan seksama. Mulailah gurunya berbicara tentang keutamaan dan pentingnya shalat subuh dengan cara yang menggugah, tersentuhlah anak didiknya yang masih kecil itu. Terpengaruhlah seorang anak kecil tadi oleh perkataan gurunya sementara ini dia belum pernah shalat subuh sebelumnya dan juga keluarganya.

Ketika dia pulang ke rumah, berfikirlah dia bagaimana caranya supaya bisa bangun untuk shalat subuh besoknya. Dia tidak mendapatkan caranya selain tidak tidur semalaman sampai bisa melaksanakan shalat subuh. Dia melakukan caranya itu. Dan ketika mendengar azan, bergegaslah dia untuk menjalankan shalat subuh. Tetapi ada masalah bagi anak kecil ini untuk sampai ke masjid karena letaknya jauh dari rumahnya. Dia tidak bisa berangkat sendirian, maka menangislah dia dan duduk di depan pintu. Tetapi tiba-tiba dia mendengar suara sepatu seseorang dari arah jalan, dibukalah pintu dan keluarlah segera dari rumahnya. Nampaknya kakek ini menuju masjid. Anak kecil ini melihat sang kakek dan dia kenal. Kakek ini adalah kakek temannya, Ahmad. Anak kecil ini mengikuti Kakek Ahmad di belakangnya dengan rasa khawatir dan perlahan-lahan dalam berjalan, jangan sampai Si kakek merasa diikuti dan melaporkan dia ke keluarganya dan yang kemungkinan akan menghukumnya. Berjalanlah peristiwa ini seterusnya sampai pada suatu ketika Si kakek dipanggil oleh Allah Pemilik jiwa dan raganya. Si kakek wafat.

Anak kecil mendengar kabar ini, tertegunlah dia dan menangis sejadi-jadinya. Ayahnya sangat heran melihat kondisi seperti ini, kemudian bertanyalah kepada anaknya, “Wahai anakku kenapa kamu menangis sampai seperti ini, dia itu bukan teman bermainmu dan bukan pula saudaramu yang hilang?” Anak kecil itu melihat kearah ayahnya dengan berlinang air mata penuh kesedihan, dan berkata kepada ayahnya, “seandainya yang meninggal itu ayah, bukan dia.” Bagai disambar petir dan tercenganglah seorang ayah kenapa anaknya yang berkata dengan ungkapan seperti itu, dan kenapa begitu cintanya anaknya kepada si kakek? Anak kecil menjawab dengan suara parau, “Aku tidak kehilangan dia karena hal-hal yang ayah sebutkan.” Bertambah heran ayahnya itu dan bertanya, “lalu karena apa?” Anak itu menjawab, “karena shalat ayah….karena shalat!” Kemudian anak itu menambahkan pembicaraannya, “Ayah, kenapa ayah tidak shalat subuh? Kenapa ayah tidak seperti si kakek dan seperti orang lain yang aku lihat?” Berkata ayahnya, “dimana kamu melihatnya?” Anak kecil itu menjawab, “di masjid.” Berkata lagi ayahnya, “bagaimana kisahnya?” Maka berceritalah anak kecil itu kepada ayahnya tentang apa yang dilakukan selama ini. Tersentuhlah seorang ayah oleh anaknya, lembutlah hati dan tubuhnya, jatuhlah air matanya, dipeluklah anaknya, dan semenjak peristiwa itu, ayah anak itu tidak pernah meninggalkan shalat satu waktupun dan semuanya dilakukan di masjid. 

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber ; dakwatuna.com

KISAH GADIS KECIL YANG SHOLIHAH

Aku akan meriwayatkan kepada anda kisah yang sangat berkesan ini, seakan-akan anda mendengarnya langsung dari lisan ibunya.

Berkatalah ibu gadis kecil tersebut:
Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit yang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut.

Setelah itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang sholihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok tersebut.

Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga sholat-sholatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma'ruf, dan senantiasa menjaga hijabnya.

Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.

Ibu Afnan melanjutkan ceritanya:

Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa memperkerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama Nasrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata: Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir? Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita...!!!

Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: Mama, aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam. Maka akupun sangat bergembira mendengar kabar baik ini.
Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat mencintai pamannya tersebut.
Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?

Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: Sakit ringan di kakiku. Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah. Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.

Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.

Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata: Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku.

Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!!

Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penerjamah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!

Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.

Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku.

Kami (aku, suamiku dan Afnan) pergi untuk yang pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: Apakah engkau seorang muslimah? Dia menjawab: Tidak.

Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar yang kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. Dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya.

Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya, karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan mematikannya. Akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan kedua orang tuanya.

Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku? Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin bagi mereka untuk memasang kaki palsu sebagai gantinya.

Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna.Temanku tersebut berkata: Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan. Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati.

Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!

Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan di sisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.

Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan, dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu dan shalat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya.

Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mengabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Maka memungkinkan bagi kami untuk membawanya ke rumah. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.

Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.

Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang.

Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum. Dia berkata: Ummi, kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat. Kukatakan:  (Mimpi) yang baik Insya Allah. Dia berkata: Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau, dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi.

Akupun bertanya kepadanya: Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut. Dia menjawab: Aku menyangka, bahwasannya aku akan meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku. Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.

Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku, dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring di atas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu. Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: Aku ingin mencium pipimu yang kedua. Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah.

Maka dia berkata: Asyhadu alla ilaaha illallah.

Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: Asyhadu allaa ilaaha illallaah. Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah. Dan keluarlah rohnya.

Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kasturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, keluargaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillahi rabbil 'aalamin. 

Sumber: Majalah Qiblati edisi 4 Tahun 3

Kamis, 09 Desember 2010

KISAH KESETIAAN YANG SANGAT MENAKJUBKAN...

Seekor anjing yang terlantar dijalanan melihat seorang yang sedang berjalan lewat dihadapannya lalu anjing tersebut mengikutinya sampai dirumah orang itu. Anjing itu tidak mau berpisah dari orang tersebut sehingga akhirnya anjing itu ditampung dan dirawat dirumahnya dengan baik dan tulus.

Setiap pagi ketika orang itu hendak pergi berangkat kerja anjing tersebut selalu ikut mengantarkannya sampai ke stasiun. Demikian pula setiap sore anjing tersebut selalu menjemputnya di stasiun yang sama.

Sampai suatu ketika sebagaimana biasa ketika pagi sang anjing mengantarkan sang majikan menuju stasiun dan ternyata sang majikan tersebut setelah sampai di tempat kerjanya meninggal dunia karena ajalnya telah datang. Pada sore harinya seperti biasa sang anjing menjemput sang majikan ke stasiun dan ternyata sang majikan tidak datang karena telah meninggal dunia dan sang anjing tersebut tidak tahu kalau majikannya meninggal dunia di tempat kerjanya. Setelah lama ditunggu dan tidak juga muncul akhirnya anjing itu pulang.

Ceritanya tidak hanya sampai disini saja, karena ternyata setiap sore anjing tersebut selalu menjemput sang majikan di stasiun dan pulang kembali setelah mendapati bahwa majikannya masih belum juga pulang. Anjing tersebut tidak putus asa dan berusaha untuk selalu menjemput majikannya setiap sore di stasiun. Hal ini dilakukan oleh sang anjing sampai SEPULUH TAHUN sebagai bukti kesetiaannya kepada sang majikan yang telah berbuat baik kepadanya sampai akhirnya anjing itupun meninggal dunia di stasiun tersebut ketika menjemput majikannya.

SUBHANALLAH....!!! Seekor anjing saja mengerti tentang arti kesetiaan kepada orang yang pernah berbuat baik kepadanya. Bagaimana dengan kita...???

[Kisah ini diceritakan oleh Al-Ustadz Fariq Gasim Anuz-Hafidhahullah di masjid An-Nur Jagalan, Saleyer Malang ketika mengisi kajian mulazamah ikhwan Senin 17 Dzul Qa’dah 1431 H / 25 Oktober 2010 M mulai pukul 5.30 – 6.30 WIB dan ditulis kembali oleh Abdullah Sholeh Hadrami. Semoga Bermanfaat]

KATA MUTIARA ISLAM DARI IMAM HASAN AL-BASHRI

Imam Hasan Al Bashri adalah salah seorang ulama terkemuka dari kalangan tabi’in yang banyak berguru kepada para sahabat Rasulullah SAW. Beliau lahir di Madinah, tahun 642 Masehi dari ayah bernama Yasar, bekas budak Zaid bin Tsabit dan ibu yang pernah menjadi budak Ummu Salamah, salah satu istri Nabi Muhammad SAW. Jadi beliau lahir dalam kalangan keluarga Nabi saw. Bahkan tak jarang Ummu Salamah menyusui bayi Hasan ketika ditinggal oleh ibunya.
Ummu Salamah juga sering membawa Hasan yang masih kanak-kanak ke majelis para Sahabat dan Umar bin Khattab r.a. pernah mendoakannya: “Ya Allah, jadikan ia faham agama dan jadikan orang-orang mencintainya!

Kata mutiara 1
“Wahai anak Adam! Kalian tidak lain hanyalah kumpulan hari, setiap satu hari berlalu maka sebagian dari diri kalian pun ikut pergi.”

Kata mutiara 2
“Diantara tanda berpalingnya Allah Subhanahu wa Ta’ala dari seorang hamba adalah Allah menjadikan kesibukannya pada hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”

Kata mutiara 3
Semoga Allah merahmati seorang hamba yang merenung sejenak sebelum melakukan suatu amalan. Jika niatnya adalah karena Allah, maka ia melakukannya. Tapi jika niatnya bukan karena Allah maka ia mengurungkannya.”

Kata mutiara 4
“Tidaklah datang suatu hari dari hari-hari di dunia ini melainkan ia berkata, “Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah hari yang baru, dan sesungguhnya aku akan menjadi saksi (di hadapan Allah) atas apa-apa yang kalian lakukan padaku. Apabila matahari telah terbenam, maka aku akan pergi meninggalkan kalian dan takkan pernah kembali lagi hingga hari kiamat.”

Kata mutiara 5
Janganlah Anda tertipu dengan banyaknya amal ibadah yang telah Anda lakukan, karena sesungguhnya Anda tidak mengetahui apakah Allah menerima amalan Anda atau tidak.”

Kata mutiara 6
Jangan pula Anda merasa aman dari bahaya dosa-dosa yang Anda lakukan, karena sesungguhnya Anda tidak mengetahui apakah Allah mengampuni dosa-dosa Anda tersebut atau tidak.”

Kata mutiara 7
“Saya belum menemukan dalam ibadah, sesuatu yang lebih sulit dari pada shalat di tengah malam.”

Kata mutiara 8
Seorang mukmin hidup di dunia bagaikan seorang tawanan yang sedang berusaha membebaskan dirinya dari penawanan dan ia tidak akan merasa aman kecuali apabila ia telah berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kata mutiara 9
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kematian, sakit dan sehat (bagi setiap hamba-Nya). Barang siapa mendustakan takdir maka sesungguhnya ia telah mendustakan al-Qur’an. Dan barang siapa mendustakan al-Qur’an, maka sesungguhnya ia telah mendustakan Allah.”

Kata mutiara 10
“Wahai anak Adam, juallah duniamu untuk akhiratmu, niscaya kamu untung di keduanya, dan janganlah kamu jual akhiratmu untuk duniamu, karena kamu akan rugi di keduanya. Singgah di dunia ini sebentar, sedangkan tinggal di akhirat sana sangatlah panjang.”

Seorang pemuda mendatangi al-Hasan al-Bashri dan mengadukan masalah yang sedang ia hadapi kepadanya. Pemuda tersebut berkata, “Saya telah berusaha untuk bisa menjaga shalat malam, akan tetapi sampai saat ini saya masih belum mampu untuk melaksanakannya.” Al-Hasan al-Bashri menjawab, “Dosa-dosamu telah menghalangimu untuk melakukannya.”

Demikianlah, beberapa kalimat penuh hikmah, mutiara islam, dari salah seorang ulama salaf yang patut kita teladani. Semoga bermanfaat.